Pages

Kamis, 30 Mei 2013

Aliran Hinayana dan Mahayana


Innani Musyarofah
(1111032100041)



A.    Pendahuluan
Sebelum saya memaparkan sedikit tentang aliran Mahayana dan hinayana. Banyak sekali kitab yang menjadi sumber pengetahuan kita tentang agama Budha. Sayangnya sudah banyak yang hilang. Yang tingggal hanya petila-petilan atau fragmen-frakmen saja. Kitab-kitab yang tertulis dalam bahasa pali yang dipergunakan oleh aliran Theravada dari golongan hinayana yang terdapat dilangka, birma, dan muangthai, sedang kitab yang tertulis dalam bahasa sanskerta kebanyakan dipergunakan oleh aliran Mahayana yang terdapat di Nepal,Tibet,Cina dan Jepang. Yang dimaksud kitab sutra ialah kitab-kitab yang dipandang sebagai ucapan budha itu sendiri, sekalipun kitab-kitab itu ditulis berabad abad setelah wafatnya sang Buddha. Menurut aliran Hinayana yang dianggap sebagai kitab sutra ialah kitab kitab yang dulu dikumpulkan pada Muktamar Buddhis yang pertama pada tahun 383 SM. Segala yang timbul saat itu tidak diketahui keasliannya.[1]

                                











  1. Ajaran Hinayana
Dalam ajaran pokok Hinayana mewujudkan suatu perkembangan yang logis dari dasar-dasar yang terdapat dalam kitab kanonik.  Jika ajaran itu dikstisarkan secara umum, dapat dirumuskan sedemikian:
  1.  Segala sesuatu bersifat fana serta berada hanya untuk sesaat saja. Apa yang berada untuk sesaat saja itu disebut dharma. Oleh karena itu tidak ada yang tetap berada. Tidak ada aku yang berfikir, sebab yang ada masalah pikiran. Tidak ada yang aku merasa, sebab yang ada adalah perasaan, demikian seterusnya.
  2. Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau tealitas yang kecil dan pendek, yang berkelompok sebagai sebab akibat. Karena pengaliran Dharma yang terus menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada’’perorangan’’yang palsu.
  3. Tujuan hidup ialah mencapai Nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab segala kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah kesadaran terhadap sesuatu. Apakah yang tinggal berada dalam Nirwana itu, sebab tidak diuraikan dengan jelas.
  4. Cita-cita yang tertinggi adalah menjadi arhat, yaitu orang yang sudah henti keinginannya, setidaknya, ketidaktahuannya, dan sebagainya. Oleh karena itu ditaklukkan lagi pada kelahiran kembali.
  1. Ajaran Mahayana
Dua kata yang seolah-olah menjadi kunci bagi Ajaran Mahayana adalah Bodhisattwa  pada tiap halaman tulisan-tulisan Mahayanan. Dan sunyata karena dua kata itu hampir terdapat berarti yang hakikat atau tabiatnya adalah Bodhi (hikmat) yang sempurna.
Sebelum Mahayana timbul, pengertian Bodhisattwa sudah di kenal juga, dan dikenakan juga Buddha Gautama sebelum ia menjadi Buddha. Jadi semula Bodhisattwa adalah sebuah kelar bagi tokoh yang ditetapkan untuk menjadi Buddha di dalam Mahayana adalah orang yang sudah melepaskan dirinya dan dapat menemukan sarana untuk menjadikan benih pencerahan tumbuh dan menjadi masa pada diri orang lain.seorang Bodhisattwa bukan hanya merenungkan kesengsaraan dunia saja, melainkan juga turut merasakan dengan beratoleh karenanya ia sudah mengambil keputusan untuk mempergunakan segala aktifitasnya sekarang dan kelak juga keselamatan keselamatan dunia. Karena kasihnya kedunia maka segala kebajikanya dipergunakan untuk menolong orang lain.
Cita-cita tertinggi Mahayana ialah untuk menjadi Bodhisattwa cita-cita Mahayana ini juga berlainan sekali dengan cita-cita untuk menjadi Pratyeka Buddha seperti yang diajarkan Hinayana, iyaitu bahwa karena usahanya sendiri orang  mendapat pencerahan bagi dirinya sendiri saja, tidak untuk diberikan untuk orang lain. demikianlah cita-cita hidup didalam mahayan berbeda sekali dengan cita-cita hidup di dalam Hinayan. Di dalam perkembagan Mahayana mengalami bermacam-macam pengaruh, diantaranya dari bergerakan Bakti dan dari aliran Tantra.
Bakti adalah penyembahan pribadi yang berdasarkan kasih kepada dewa yang disembah dan digambarkan dalam bentuk manusia.
Perkembangan lebih lanjut adalah demikian, bahwa para Tathagata itu di hubungkan dengan penjuru alam. Lima Tathagata itu di pandang bersama-sama membentuk tubuh alam semesta. Demikianlah Aksobhya dipandang berkuasa di sorga sebelah timur, Ratnasambhawa di selatan, Amitaba di barat, Amughsiddhi di utara, dan Wairocana di tengah langit.
Pengaruh Thatra  menimbulkan pada Mahayana ajaran tentang Adhi Buddha, yaitu Buddha yang pertama, yang di pandang sudah ada yang mula pertama, yang tampa asal, yang ada pada dirinya sendiri, yang tak tampak karena berada di dalam Nerwana.
B.     Aliran Mahayana dan Hinayana
Timbulnya Mahayana, kereta besar ; atau usaha besar ; jalan besar ; atau aliran utara di India Utara pada waktu itu adalah bahwa ajaran atau doktri agama Mahayana dapatlah dimengerti sebagai lanjutan dari tendensi absolut awal yang merupakan ciri khas utama dari Mahasanghika.
Muculnya nama Mahayana dan literaturnya (sutra dan Sasta) yang dinamakan Mahayana-Sutra menandai suatu masa penting di dalam sejarah filsafat agama Budha. Dasar pemikiran yang mereka kandung adalah masih itu-itu juga yang ditemukan  di dalam ajaran Buddha sebagai penekanan yang telit oleh Mahasanghika. Munculnya Mahayana adalah bangkitnya sesuatu sistesis segar mengenai ajaran guru (Buddha Shakyamuni).
Ajaran Shakyamuni Buddha lazimnya disebut Buddha Darma sering di ibaratkan sebagai ‘’Yana’’ didalam kitab-kitab suci atau sustra-sustra agama Buddha. Mahayana secara harfiyah:
Berarti:
            Maha berarti: besar, luas, agung, diperluas.
            Yana berati: kendaraan, kereta.
            Mahayana berarti kendaraan besar yang menyangkut pengemudinya bersama para penumpang untuk mencapai suatu tempat yang dituju.
Ada dua Aliran Mahayana yang terkemuka adalah Madhyamika yang didiran oleh Nagarjuna bada abad ke-2, yang di Jepang di wakili oleh Sekte Sanron, dan Yogacarya (Vijnanawada), yang didirikan oleh Asangga dan Vasubandhu pada abad ke-4. Madhyamika tumbuh secara logis dari Agama Buddha awal dengan tiga doktrinya, jalan tengah, tiadanya ego permanen, dan elemen-elemen (Dharma-Dharma) yang bersifat sementara serta mengalami kematian, tetapi Madhyamika mengembangkan ajaran itu sampai pada pendapat bukan hanya individu, melainkan juga elemen-elemen diangap tidak nyata. Nagarjuna menjelaskan realitas tertinggi sebagai sunyata atau kosong, aliranya disebut Madhyamikia karena mengerjakan jaran tengah dimana eksistensi dan non eksistensi hanya memiliki kebenaran relatif, sedangkan kebijaksanaan sejati adalahpengetahuan tentang makna kekosongan yang nyata. Mengenai kekosongan yang sejati tergantung pada pengertian dari bentuk Agama Buddha ini, tetapi ajaran ini sering dipengerti secara salah. Kekosongan adalah kekosongan semata-mata dalam pengertian bahwa ia bebas dari pembatasan-pembatasa pengetahuan yang relative pencerahan saja yang dapat menjelaskan apakah kekosongan itu sebenarnya.
Aliran Yogacarya, yang didirikan oleh dua cendekiawan besar Mahayana dalam banyak hal memiliki persamaan dengan aliran Madhyamika. Semua fenomena berasal dari pikiran dan tidak ada suatu apapun yang eksis selain pikiran. Sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Hinayana, Vijnanamatra berlanjut dengan pembagian analitis terhadap Pancaskandha dan elemen-elemen. Hasilnya berbeda dengan Hinayana dalam hal menegaskan bahwa bukan hanya objek-objek yang menglami perubahan, substansi-substansi juga tidak kekal menurut sistem pemikiran ini, sepirit dan materi adalah satu dan semua objek eksternal adalah hasil dari satu pikiran.
Aliran Mahayana. Tuhan dipahami dalam cara yang tidak jauh berbeda dengan agama-agama lain. Dalam aliran ini Tuhan dikenal melalui ajaran Trikaya dan Adhibudha.
Ajaran Trikaya dikemukakan pertama kali oleh Asfagosha pada abad pertama M  untuk menerangkan Hirarki Para Buddha dengan Bodhisattwa. Trikaya timbul sebagai akibat dari adanya perbedaan pandangan terhadap Buddha dan manifestasinya dalam beberapa aliran agama Buddha yang mula-mula seperti Stafirafada, Mahasanghika dan Sarfastifada. [2]
Pokok utamanya dari Hinayana adalah Pratya Samud pada perubahan yang terus  menerus , (Santana) mengenai nama rupa: yang terdiri dari panca Skanda. Para pengikit dari Hinayana mencari penarangan individu, Nirwana: yaitu ketenangan, kedamayan abadi dan kebahagiaan. Tujuan Hinayana adalah relisasi mengeni tiada eksistensi mengenaia jiwa (tidak adanya’’ aku’’ pada pribadi).
Metode aliran ini adalah menitik beratkan pada analisis, hanya analisis mengenai psycho-physical phenomena Dharma (elemen) Samskrta (berkondisi) dan asamskrta ( yang tidak berkondisi). Hal ini adalah suatu kebenaran konvensional.
Sedangkan Mahayana mencari” Pudgala-Nairatmya” dan “ Dharma- Nairatmya” (semua Dharma atau elemen yang bereksistensi tidak nyata, kosong dari kenyataan sebenarnya)., yang Mahayana memaksudkan bahwa panca sekandha adalah dasar untuk konsepsi dari Pudgala (jiwa atau tidak adanya” Aku “pada pribadi) tidak ada, dengan kata lain semua elemen dengan objek duniawi dengan mahluk tidak ada.
Mahayana Shakyumani Buddha selama membabarkan Buddha-Dharma atau ajarannya tidak pernak mengajarkan pada siswanya tentang sakte atau aliran-pengelompokan, hal ini perlu diketahui oleh kita sebagai umat Buddha atau siswa Budhha atau pengikut Buddha.
            Buddha Dharma hanya satu yaitu ajaran Shanyamuni Buddha yang berdasarkan cara atau metode latihan diri untuk menjadi Buddha (Samyak: Sambuddha). Buddha Dharma dibagi dua tingkatan sebagai upaya untuk memberi bimbingan kepada para siswa atau umat Buddha yaitu:
  1. Ajaran yang membimbing umatnya menjadi harahapan dan Pratyeka –Buddha sebagai Hinayana (ajarn dasar ).
  2. Ajaran yang membimbing umatnya Bothisattva dan Samyak dan Buddha disebut Mahayana (ajaran luas: ajaran yang diperluas-diperdalam).
Hinayana tidak mencangkup Mahayana, tetapi Mahayana mencangkup Hinayana.
Mahayana berprinsip pada Atmahita dan Parahita, yaitu Atmahita (Atmahitam) yang berarti berfaidah atau bermanfaat bagi diri sendiri kesejahteraan diri sendiri.
Parahita (parahitam) yang berarti berfaidah atau bermanfaat bagi banyak orang. Kesejahteraan orang banyak.
Tujuan akhir bagi penganut Buddha Dharma Mahayana ialah menjadi Bodhisattva tingka Arya terlebih dahulu ( Arya Bodhisattva atau Bodhhisattva-Mahasatva) dan per-maha pranithana (melakukan tekat besar menuju pembebasan diri sendiri dan penyelamatan bagi mahluk lain) dan menjadi Samyat Sam-Buddha (Buddha).[3]
            periode pertama (tahun 5000 S.M.- 0 S.M). merupakan periode Budhisme dasar yang secara luas kemudian dikenal sebagai Hinayana. Periode ke dua (0 S.M -500S.M) ditandai dengan kebangkitan Mahayana.
Periode ke dua, tahun 0 S.M -500S.M. Mahayana yang berkembang di India Barat-Laut, dan India Selatan. Dengan pengaruh dari kesenian Yunani dalam Helley Niatic dan bentuk Roumanian dan pengaruh ide dari keduanya Mediteranian dan dunia Iranian. yang mempengaruhi Mahayana dari luar saja, sedangkan inti pokoknya seperti doktrin tidak berubah dan tidak dipengaruhi sama sekali. Agama Buddha Mahayana adalah universal.
Selama kurun waktu itu Mahayana telah berkembang keluar Negeri asalnya di India, Mahayana berkembang sampai ke Timur jauh seperti Nepal, Tibet, Mongolia, China, Indonesia, Korea dan Jepang.
Mahayana berkembang dalam dalam dua tingakatan. Yang pertama dalam bentuk yang sistematis, yang berlangsung antara tahun 100 SM sampai 500 M. setelah tahun 500 M, suatu bentuk filsafat yang sistematis, yang menuju abad ke-2 sekte yang berbeda yaitu Madyamika dan yogacarin. Semua sutra-sutra Mahayana juga  juga disebarkan oleh Buddha Shakyamuni. Pada waktu yang bersamaan, Konsili di Rajagraha, dimodifikasikan sutra-sutra Hinayana, begitu juga sutra-sutra Mahayana dikodifikasikan oleh hava yang dismpan selama 500 tahun dan dititipkan kepada kerajaan Naga Laut yang kemudian waktunya akan diambil oleh Nagarjuna
Perkembangan tentang kebudhaa dalam aliran Mahayan mengalami perkembangan lebih rumit, bersifat mistis dan filosofis.
Budha dipandang memiliki tiga aspek.
  1. Aspek inti, yang mencakup semuanya, bersifat buani dan tidak dapat terbayangkan sebagai inti iyalah inti dari Darma, inti dari kehidupan dan kebenaran itu sendiri
  2. Aspek kemampuan, yang tidak terbatas dan tidk manifestasi.sebagai aspek kemampuan ia adalah dharma, yang diangap sebagai prinsip-prinsip kebenaran,mengandung potensi dan tidak bermanifestasi, ia adalah tubuh penganti dari kebudhaan yang di agungkan.
  3. Aspek manifestasi, iaitu memanisfestasikan dari pada tubuh duniawi Sakyamuni Budha dan Budha duniawilainya.
Dari tiga spek Budha di atas akhirnya tersusun badan Budha, yaitu dharmakaya dan nirmanakaya, yang menempati tiga kedudukan keagamaan aliran Mahakaya.
dDharmakaya, adalah Buddha dengan pengetahuan dengan sempurna. Ia adalah permulaan dan tidak berbentuk yang merupakan pengalaman yang bener-bener bebas dari segala kekeliruan atau penglaman yang melekat. Di dalam dharmakaya inilah terdapat intisari alam semestayang mencakup samsara maupun nirwana, yang selalu dalam dua, utup kesadaran iyaitu analisis terakhir berada dalam pengatahuan yang murni. Dharmakaya adalah intisari hakikat wujud-wujud duniawi dari buhda, yang juga disebut kenyataan tubuh hakiki dan kesadaran dasar.
Dari beberapa pengertian yang di kemukakan tentang dharmakaya terlihat bahwa dharmakaya di pandang sebagai yang mutlak, asal usul dari semua yang ada,  yang dalam bahasa agama disebut dengan Tuhan.perbedaan yang ada dalam mahakaya tidak terletak pada ada tidaknya esensinya, namun hanya terbatas pada pemahaman tentang sifat dari dharmakayaitu sendiri.
Sambhogakaya adalah tubuh rahmat, tubuh kebahagiaan atau tubuh cahaya.ia juga disebut transenden Budha yang tidak bisa diamati oleh perasaan dan akal, tetapi hanya di alami oleh spiritual.  [4]
  1. Lima doktrin utama dari Mahayana
  1. Sehubungan dengan tujuannya , pergeseran dari ide arhat menjadi ide Bodhisattwa.
  2. Suatu cara pengolahan diri, yang menitik beratkan pada maître-karuna yang sejajar dengan prajna yang ditandai dengan paramita.
  3. Kepercayaan suatu Srandhha yang diberikan pada suatu jumlah yang Tathagata. Tuhan Yang Maha Esa, para Budhha, para Budisattwa, para Deva, orang-orang mulia dan suci.
  4. Mentrapkan metode Upaya-Kausalya.
  5. Doktrin mengenai Sunyata,Tathara dan sebagainya.[5]
  1. Latar Belakang Politik Terhadap Agama Buddha Mahayana
Periode yang tidak begitu jelas dalam sejarah India mulai setelah akhir dari perioda Maurya, yaiut sekitar abad ke-2 SM. Tapi arus Buddisme menerima dorongan itu dari Raja Asokamengallir dengan tenang tanpa adanya pengaruh dan perbedaan-perbedaan politik.
Selama periode Murya, yang permulaanya menurut agama Buddisme terbagi menjadi delapa belas atau lebih sekte, disebabkan dari pandangan-pandangan berbeda diantara mereka tentang mengitepretasi perihal ajaran Buddha. Salah satu dari sekta itu adalah Mahasanghitka menginterpretasikan ajaran-ajarannyadalam suatu cara, yang akhirnya membawa kemunculan secara matang Agama Buddha Mahayana. Perlu di catat bahwa menelusuri agama Buddha Mahayana dapat ditemukan bahkan dalam sutta pitaka bahasa pal, sebagai literature permulaanyang memuat ajaran Buddha.
Pada waktu itu, suatu usaha telah dibawakan untuk memberikan beberapa keterangan dalam periode yang tidak begitujelas itu sebagai disebutkan di atas.
Sekitar abad ke-2 dan ke-1 S.M. agama Buddha Mahayana telah menjadi suatu faseagama yang diakui dan dikenal, dan secara perlahan-lahan dan pasti terus berkembang sampai ke Asia Timur,China dan Timur jauh perbatasan Rusia. Muncul pada fase terakhir ini Agama Buddha Tantra Mahayana.[6]







DAFTAR PUSTAKA       
T Suwarto , Buddha Dharma Mahayana, Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia

Ali Mukti , Agama-Agama Dunia, Yokyakarta: PT. Hanindita,1988

Hadiwijoyo Harun, Agama Hindu dan Budha, Jakarta: Gunung Mulia, 2010
                                               
Conce Edward, a Short History of Buddha, London, 1982





[1] Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Budha, Jakarta: Gunung Mulia, 2010 hal. 63
[2] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, Yokyakarta: 1988, hal.116
[3] Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia

[4] Mukti Ali, Agama-Agama Dunia, Yokyakarta: 1988, hal.116
[5] Edward Conce, a Short History of Buddha, London, 1982, hal. 55
[6] Suwarto T, Buddha Dharma Mahayana, Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia
Read More

Keadaan Terkini Agama Buddha di Dunia (1996)


Agama Buddha Theravada Asia Selatan dan Tenggara

Sri Lanka

Saat ini, agama Buddha tumbuh mekar di beberapa negara dan menghadapi kesukaran di negara lainnya. Theravada, contohnya, merupakan yang terkuat di Sri Lanka, Thailand, dan Burma (Myanmar), tapi melemah parah di Laos, Kamboja, dan Vietnam. Dari abad ke-16 sampai ke-19, agama Buddha mengalami kemunduran di Sri Lanka karena penganiayaan, pertama oleh Inkuisisi dan kemudian oleh para misionaris dari negara penjajahnya yang Kristen. Agama Buddha dipulihkan di akhir abad ke-19 dengan bantuan para cendekiawan dan ahli teosufi Britania. Hasilnya, agama Buddha Sri Lanka kadang dicirikan sebagai Buddha “Protestan”, dengan penekanan pada kajian cendekia, kegiatan pelayanan oleh para biksu bagi masyarakat awam, dan laku meditasi langsung bagi orang awam, tidak cuma bagi mereka yang berjubah. Umat awam memiliki iman yang luar biasa, tapi kadangkala mengeluhkan samarnya keseimbangan antara kajian dan praktik yang dilakukan oleh para biksu.

Indonesia dan Malaysia

Para biksu Sri Lanka telah membantu memulihkan agama Buddha Theravada di Bali, beberapa wilayah lain di Indonesia, dan Malaysia, tempat agama tersebut perlahan mati-lemas di akhir abad ke-15. Ini dilakukan pada skala yang sangat terbatas. Di Bali, mereka yang berminat adalah para pengikut campuran tradisional agama Hindu, Buddha, dan aliran kepercayaan setempat, sementara di wilayah lain di Indonesia dan Malaysia, peminatnya merupakan masyarakat Cina pendatang yang menganut Buddha Mahayana. Ada juga beberapa aliran kecil penganut Buddha di Indonesia yang merupakan percampuran unsur-unsur Theravada, Cina, dan Tibet.
Menurut kebijakan “Pancasila” pemerintah Indonesia, semua agama harus meyakini adanya Tuhan. Walau tidak menyatakan Tuhan sebagai sosok berwujud dan, karenanya, kadang dicirikan sebagai agama ateistis, agama Buddha diakui secara resmi di Indonesia karena penegasannya akan Adibuddha; yang secara harfiah bermakna “Buddha Pertama”, dan dibahas di dalamTantra Kalacakra, yang berkembang di Indonesia seribu tahun yang lalu. AdiBuddha adalah pencipta mahatahu dari segala yang nampak, melampaui waktu, kata, dan batas lainnya. Walau dilambangkan dengan sosok simbolis, AdiBuddha sendiri sebetulnya bukanlah sosok. Ia lebih nirwujud dan ditemukan dalam diri semua makhluk sebagai sifat cita bercahaya jernih. Atas landasan ini, agama Buddha diterima, bersama dengan Islam, Hindu, dan Kristen Katolik dan Protestan, sebagai lima agama negara Indonesia.

India

Agama Buddha perlahan memudar di wilayah India sub-Himalaya kira-kira sejak abad ke-17. Akan tetapi, pada akhir abad ke-19, orang Sri Lanka, dengan bantuan para cendekiawan Britania, mendirikan Masyarakat Maha Bodhi untuk memulihkan situs-situs perziarahan suci umat Buddha di India. Mereka sangat berhasil dan kini memiliki banyak wihara dengan para biksu di tiap situs itu, sebagaimana beberapa aliran Buddha lainnya.
Pada 1950-an, Ambedkar memulai sebuah gerakan Buddha-baru di antara kaum tak-tersentuh di India bagian selatan. Ratusan ribu orang bergabung, kebanyakan untuk menghindari cap buruk golongan kasta terendah. Gerakan ini menekankan pada pemerolehan hak-hak politik dan sosial bagi kaum tersebut. Ambedkar meninggal tak lama setelah mendirikan gerakan pemulihan ini. Sejak saat itu, gerakan ini dikepalai oleh Sangharakshita, seorang laki-laki Inggris yang mendirikan Mitra dari Ordo Buddha Barat (Friends of the Western Buddhist Order) sebagai bentuk baru agama Buddha, yang secara khusus dirancang bagi pelaku ajaran Buddha dari Barat.

Thailand

Di Thailand, karena dipengaruhi oleh model kerajaan Thai, masyarakat wihara Buddha memiliki seorang Bapa Agung dan sebuah Dewan Tetua yang bertanggung jawab menjaga kemurnian tata-cara. Ada dua jenis masyarakat wihara: mereka yang bermukim di hutan dan mereka yang tinggal di desa. Keduanya sangat dihormati dan didukung oleh masyarakat awam. Aliran hutan biksu fakir yang kental hidup di rimba terpencil dan meresapi meditasi yang sarat. Aliran ini mengikuti kepatuhan yang ketat terhadap aturan-aturan disiplin kewiharaan, yang membentuk pusat perhatian dari program belajarnya. Para biksu desa menyelenggarakan berbagai upacara bagi kesejahteraan penduduk setempat. Akan tetapi, pembelajaran mereka utamanya terdiri dari penghafalan naskah-naskah. Untuk tetap sejalan dengan kepercayaan budaya Thai terhadap roh, para biksu ini juga menyediakan jimat bagi para penduduk awam untuk perlindungan. Terdapat sebuah perguruan tinggi Buddha bagi para biksu, utamanya untuk melatih para biksu menerjemahkan kitab-kitab Buddha dari bahasa kuno Pali ke bahasaThai modern.

Myanmar (Burma)

Di Myanmar (Burma), rezim militer mengambil alih kendali yang ketat atas agama Buddha di bawah Kementerian Agama. Rezim ini secara membabibuta telah menghancurkan wihara-wihara tempat para pembelot berdiam, khususnya di bagian utara negara tersebut. Kini pemerintah memberikan sejumlah besar uang kepada para biksu yang tersisa sebagai usaha untuk memenangkan dukungan mereka dan membukam segala bentuk kecaman. Burma memiliki tradisi panjang pada penekanan yang seimbang dan setara pada meditasi dan pembelajaran, khususnya sistem “abhidharma” dari ilmu kejiwaan, metafisika, dan budi pekerti Buddha. Banyak wihara yang menganut pendekatan ini masih buka, dan penduduk awam mempertahankan iman mereka yang luar biasa. Sejak akhir abad ke-19, kemungkinan dipengaruhi oleh jajahan Britania, terdapat banyak pusat meditasi tempat biksu dan guru awam mengarahkan orang awam Burma ke dalam latihan meditasi untuk mengembangkan kewaspadaan.

Bangladesh

Di Bangladesh selatan, di bukit-bukit di sepanjang perbatasan Burma, terdapat banyak desa terpencil yang secara tradisional mengikuti aliran agama Buddha Burma. Akan tetapi, terlepas dari Burma, tingkat pemahaman dan praktik mereka agak rendah.

Laos

Di Laos, agama Buddha masih diajarkan dan dipraktikkan di wilayah pinggiran dengan sikap tradisional, tapi wihara-wihara berada dalam keadaan memprihatinkan akibat Perang Amerika-Vietnam. Orang Laos awam masih menawarkan makanan kepada para biksu saat berkeliling meminta sedekah dan mereka pergi ke wihara pada hari-hari purnama. Akan tetapi, tradisi meditasi teramat sangat lemah. Mulanya, para biksu harus belajar dan mengajarkan Marxisme, tapi kini tidak lagi. Orang-orang kini memihak komunisme hanya di bibir saja dan sekarang lebih mudah untuk menjadi seorang biksu.

Kamboja

Di Kamboja, agama Buddha sedang dipulihkan setelah penghancuran dan penganiayaan yang dilakukan oleh rezim Pol Pot, dan khususnya dengan Pangeran Sihanouk kini sebagai raja, pelarangan-pelarangan perlahan mulai dilonggarkan. Akan tetapi, orang harus berumur di atas 30 atau 40 tahun untuk bisa ditahbiskan karena negara membutuhkan sumber daya manusia. Biksu Khmer kepala, Maha Ghosananda, belajar meditasi di Thailand karena praktik tersebut hampir-hampir hilang di Kamboja, dan ia sedang mencoba memulihkan praktik meditasi di sana. Aliran wihara hutan apa pun yang masih tersisa di negara tersebut cenderung lebih berkenaan dengan pencarian ilmu kanuragan, dan bukan meditasi.

Vietnam

Walau tak pernah ada penyeimbang Revolusi Kebudayaan di Vietnam, agama Buddha masih dianggap sebagai musuh negara di sana, dengan para biksu yang masih terus menentang otoritas dan kendali negara. Penahbisan adalah hal yang sukar dan banyak biksu masih dikurung di penjara. Hanya wihara-wihara boneka yang masih buka, kebanyakan untuk tujuan propaganda. Rezim pemerintah lebih longgar dengan para biksu di utara, tempat lembaga kewiharaan ada berdampingan dengan kaum komunis selama Perang Vietnam. Rezim jauh lebih curiga dan keras terhadap para biksu di selatan.

Agama Buddha Mahayana Asia Timur

Taiwan, Hong Kong, dan Wilayah Cina di Luar Negeri

Aliran Buddha Mahayana Asia Timur yang berasal dari Cina merupakan yang terkuat di Taiwan, Hong Kong, dan Korea Selatan. Taiwan memiliki masyarakat kewiharaan biksu dan biksuni yang dengan sangat baik hati didukung oleh masyarakat awam. Terdapat berbagai perguruan tinggi dan program Buddha untuk kesejahteraan sosial. Hong Kong juga memiliki masyarakat kewiharaan yang tumbuh-mekar. Pusat perhatian masyarakat Cina pendatang penganut Buddha di Malaysia, Singapura, Indonesia, Thailand, dan Filipina ada pada upacara-upacara untuk kesejahteraan para leluhur, dan untuk kemakmuran dan kekayaan bagi mereka yang masih hidup. Ada banyak medium yang melalui ini para ahli nujum Buddha berbicara dalam keadaan kesurupan dan yang menjadi tempat masyarakat awam bertanya tentang masalah kesehatan dan kejiwaan. Para pengusaha Cina yang merupakan daya dorong utama di balik ekonomi “ Macan Asia” ini kerap memberikan sumbangan pada para biksu untuk menyelenggarakan upacara bagi keberhasilan keuangan mereka.

Korea

Agama Buddha di Korea Selatan masih kuat, walaupun menghadapi tantangan yang terus berbiak dari gerakan-gerakan Kristen Evangelis. Terdapat banyak masyarakat biksu dan biksuni yang memiliki dukungan besar dari masyarakat. Secara khusus, tradisi meditasi tumbuh-mekar, khususnya Son, bentuk Zen di Korea. Sebaliknya, di Korea Utara, kecuali bagi wihara boneka yang dibuka untuk tujuan propaganda, agama Buddha mengalami penekanan yang gawat.

Jepang

Jepang memiliki banyak wihara yang keindahannya dipelihara bagi para wisatawan dan pengunjung, tapi banyak yang dikomersialkan. Walau ada juga beberapa pelaku yang serius, kebanyakan tradisi diformalkan secara ekstrem dan lemah. Dari abad ke-13, orang Jepang memiliki tradisi pendeta wihara yang menikah, dan tidak ada larangan minum tuak. Pendeta-pendeta seperti ini perlahan menggantikan tradisi biksu yang hidup membujang. Sebagian besar orang Jepang mengikuti gabungan agama Buddha dan Shinto. Mereka memiliki pendeta yang menyelenggarakan upacara dan adat Shinto untuk kelahiran dan pernikahan, dan upacara Buddha untuk pemakaman, dengan pemahaman yang tipis atas keduanya. Terdapat beberapa gerakan untuk mengadopsi cara-cara agama Buddha untuk mengurangi tekanan kerja di perusahaan-perusahaan besar, dan ada satu aliran Buddha Jepang memiliki program yang gencar membangun Pagoda Kedamaian di seluruh dunia. Ada juga sejumlah praktik pemujaan kiamat yang fanatik yang menyebut diri sebagai penganut Buddha, namun sesungguhnya sedikit sekali berkaitan dengan ajaran-ajaran Buddha Shakyamuni. Secara sejarah, beberapa aliran Buddha Jepang menganut sifat nasionalis yang ekstrem berdasarkan kepercayaan terhadap Jepang sebagai surga Buddha. Ini berasal dari pemujaan Shinto terhadap kaisar dan pentingnya rasa memiliki terhadap negara Jepang. Aliran-aliran semacam ini menetaskan partai-partai politik Buddha yang secara ekstrem memiliki sifat nasionalis dan fundamentalis.

Republik Rakyat Cina

Di Cina Dalam, yaitu di wilayah Cina Han dari Republik Rakyat Cina, sebagian besar wihara Buddha dihancurkan dan kebanyakan biksu, biksuni, dan guru terlatih dihukum mati atau dipenjara selama masa Revolusi Kebudayaan di tahun 1960-an dan 1970-an. Akan tetapi, di daerah-daerah non-Han, yaitu Tibet, Mongolia Dalam, dan Xinjiang, hal separah ini tidak terjadi. Sekarang, sejumlah besar orang Cina Han dari segala umur di Cina Dalam menaruh minat pada agama Buddha, tapi masalah utamanya terletak pada kurangnya guru. Banyak orang muda Cina menerima penahbisan kewiharaan, namun mutu mereka rendah. Kebanyakan pemuda yang berpendidikan perguruan tinggi lebih suka bekerja dan mencari uang, sementara mereka yang bergabung dengan wihara sebagian besar berasal dari keluarga miskin dan/atau tak terdidik, terutama dari daerah pedesaan. Hanya ada sedikit biksu dan biksuni lansia yang masih mumpuni, yang selamat dari penganiayaan komunis dan masih dapat mengajar; tapi tidak ada di antara mereka yang berusia paruh baya yang memperoleh pelatihan. Ada juga perguruan tinggi Buddha milik pemerintah dengan program dua sampai empat tahun di berbagai kota besar di Cina Dalam dan di situs perziarahan, dengan pendidikan politik sebagai bagian dari kurikulumnya. Secara nisbi, hanya sedikit sekali orang Cina Han yang baru ditahbiskan yang mengikuti pendidikan ini.
Secara umum, tingkat pendidikan agama Buddha sangat rendah di wihara-wihara Cina Han. Saat ini, orang memusatkan perhatian terutama pada pembangunan-ulang fisik—w ihara, pagoda, patung, dan seterusnya—dan ini membutuhkan curahan waktu dan tenaga bagi penggalangan dana dan gedung. Dalam beberapa hal, pemerintah Cina membantu mendanai pembangunan. Hasilnya, banyak wihara Buddha kini dibuka sebagai museum atau daya tarik bagi wisatawan, dengan para biksu menjadi pemungut tiket dan penghuni wihara. Hal ini menciptakan topeng “kebebasan agama”, sebuah citra yang dicari oleh pemerintah Beijing. Akan tetapi, sebagian besar pembangunan dibiayai oleh penduduk setempat, terkadang dengan bantuan dermawan asing, dan sering juga oleh para biksu sendiri. Beberapa praktik pemujaan leluhur yang dilakukan di wihara sebelum penganiayaan komunis kini dipulihkan kembali. Akan tetapi, ada beberapa wihara Cina di beragam bagian di Cina Dalam yang aktif dan memiliki tingkat belajar dan praktik yang lumayan.

Agama Buddha Mahayana Asia Tengah

Orang Tibet dalam Pengasingan

Di antara seluruh aliran Tibet di Asia Tengah, yang terkuat adalah yang bersama masyarakat pengungsi Tibet di sekitar Yang Mulia Dalai Lama dalam pengasingan di India sejak kebangkitan rakyat melawan pendudukan militer Cina di Tibet pada 1959. Mereka telah membuka kembali sebagian besar wihara utama Tibet, dan mereka memiliki program pelatihan penuh bagi para biksu sarjana, dan ahli dan guru meditasi. Terdapat juga sarana pendidikan, penelitian, dan penerbitan untuk melestarikan seluruh unsur dari tiap aliran agama Buddha Tibet.
Orang-orang Tibet dalam pengasingan telah membantu mendayakan kembali agama Buddha di daerah Himalaya di India, Nepal, dan Butan, termasuk Ladakh dan Sikkim dengan mengirimkan para pengajar dan meneruskan kembali silsilahnya. Banyak biksu dan biksuni dari daerah-daerah ini menerima pendidikan dan pelatihan mereka di wihara-wihara para pengungsi Tibet.

Nepal

Walau aliran Buddha Tibet dianut oleh masyarakat Sherpa di Nepal timur dan oleh para pengungsi Tibet di bagian tengah negara tersebut, bentuk tradisional dari Buddha Nepal, sampai pada batasan tertentu, masih dianut oleh orang-orang Newari yang tinggal di Lembah Kathmandu. Mereka, mengikuti campuran bentuk akhir India Mahayana dan Hindu, adalah satu-satunya masyarakat Buddha yang mempertahankan pembedaan kasta di dalam wihara. Sejak abad ke-16, para biksu diizinkan untuk menikah dan terdapat sebuah kasta keturunan di antara mereka: penjaga wihara dan pemimpin upacara agama. Mereka yang menyelenggarakan acara-acara ini harus berasal dari kasta-kasta ini.

Tibet

Keadaan agama Buddha di Tibet sendiri, yang oleh Republik Rakyat Cina telah dibagi ke dalam lima provinsi, yaitu Tibet, Qinghai, Gansu, Sichuan, dan Yunnan, masih suram. Dari 6.500 wihara yang ada sebelum 1959, hanya tinggal 150 yang tidak dihancurkan, sebagian besar sebelum Revolusi Kebudayaan. Sebagian besar biksu terdidik dihukum mati atau tewas di kamp konsentrasi, dan kebanyakan biksu pada umumnya dipaksa menanggalkan jubah mereka. Mulai tahun 1979, Cina mengizinkan Tibet membangun kembali wihara-wihara mereka, dan saat ini banyak yang sudah dibangun ulang. Pemerintah Cina membantu pembangunan beberapa dari wihara tersebut, tapi kebanyakan wihara dibangun atas usaha dan pendanaan para biksu, penduduk setempat, dan orang-orang Tibet yang berada di pengasingan. Ribuan orang muda menjadi biksu dan biksuni, tapi kini pemerintah Cina sekali lagi memberlakukan batasan dan larangan yang sangat merugikan. Banyak mata-mata polisi dan pemerintah menyamar sebagai biksu dan tetap dengan ketat mengawasi wihara. Biksu dan biksuni sering memimpin protes melawan kebijakan-kebijakan Cina yang menekan hak asasi manusia, menuntut otonomi sejati dan kebebasan beragama.
Usaha otoritas komunis Cina untuk mengendalikan agama Buddha di Tibet telah mengemuka dengan tujuan utama menemukan reinkarnasi Panchen Lama. Panchen Lama pertama, hidup di abad ke-17, adalah pembimbing Dalai Lama Kelima dan dianggap sebagai pemimpin iman tertinggi kedua setelah Dalai Lama di antara orang Tibet. Setelah kematian seorang Dalai Lama atau Panchen Lama, penerus dipilih ketika seorang anak dikenali sebagai reinkarnasi pendahulunya. Anak ini dicari dengan mencari keterangan dari ahli nujum dan diuji secara menyeluruh ketepatan ingatannya atas orang dan hal-hal dari kehidupan lampaunya.
Walau para Dalai Lama, sejak yang Kelima, telah menjadi pemimpin iman dan pemimpin sementara Tibet, para Panchen Lama tidak pernah memegang jabatan politis. Akan tetapi, sejak awal abad ke-20 Cina telah mencoba, walau gagal, untuk membagi dua masyarakat Tibet dengan mendukung Panchen Lama sebagai lawan politis bagi Dalai Lama.
Kaum Manchu, masyarakat Cina non-Han dari Asia barat daya, memerintah Cina dari pertengahan abad ke-17 sampai awal abad ke-20. Mereka mencoba merebut kesetiaan rakyat Mongol dan Tibet terhadap ruang pengaruh kekaisaran mereka dengan memberi dukungan kulit-luar pada agama Buddha Tibet, walau selalu mencoba mengakali dan mengendalikan lembaga-lembaga agama Buddha dan mengubah pusat bobot lembaga tersebut dari Lhasa ke Beijing. Pada pertengahan abad ke-18, mereka menyatakan bahwa hanya kaisar Manchu yang memiliki wewenang untuk memilih dan mengakui reinkarnasi Dalai Lama dan Panchen Lama dengan cara menarik undi dari sebuah guci emas. Rakyat Tibet mengabaikan pendakuan mereka ini; pilihan Panchen Lama selalu dikukuhkan oleh Dalai Lama.
Pemerintah komunis Cina secara terang jelas bersifat ateistis, seharusnya tidak mencampuri urusan agama dan telah mencela sepenuhnya seluruh kebijakan dinasti-dinasti kekaisaran yang pernah memerintah Cina. Namun pada 1995, pemerintah yang sama ini menyerukan sendiri bahwa pewaris sah kaisar Manchu memiliki wewenang untuk mencari dan mengenali reinkarnasi Panchen Lama Kesepuluh yang telah meninggal pada 1989. Ini terjadi segera setelah biksu kepala wihara Panchen Lama menemukan reinkarnasi tersebut dan Dalai Lama secara resmi memberi pengakuan pada anak laki-laki itu. Kemudian, anak itu beserta keluarganya dibawa ke Beijing dan tak ada kabar tentang mereka setelah itu; biksu kepala tadi dipenjara, dan wihara Panchen Lama kemudian berada di bawah kendali ketat pemerintah komunis. Otoritas Cina lalu memerintahkan seluruh guru Lama tinggi untuk berkumpul di sebuah upacara untuk memilih reinkarnasi Panchen Lama mereka sendiri. Kemudian, Presiden Cina bertemu dengan anak laki-laki berumur enam tahun itu dan memerintahkannya untuk setia pada partai komunis Cina.
Selain campur tangan pemerintah Cina, masalah utama yang dihadapi umat Buddha di Tibet adalah kurangnya guru yang memadai. Hanya sedikit sekali jumlah guru tua yang selamat dari masa penganiayaan komunis dan beberapa guru yang tersedia hanya menerima pelatihan selama dua atau maksimal empat tahun dengan kurikulum yang sangat terbatas di perguruan tinggi agama Buddha milik pemerintah yang dibangun lewat usaha mendiang Panchen Lama. Walau secara umum terdapat lebih banyak pembelajaran yang dilakukan dibanding di Cina Dalam, banyak wihara di Tibet yang dibuka sebagai objek wisata dan para biksu harus bekerja sebagai pemungut tiket dan penghuni wihara. Penduduk awam umumnya memiliki iman yang kuat, namun sebagian besar muda-mudi merosot akhlaknya oleh parahnya pengangguran karena perpindahan besar penduduk Cina Han dan melejitnya pasokan minuman keras murah, heroin, pornografi, dan meja biliar untuk judi dari Cina Dalam.

Turkistan Timur (Xinjiang)

Sebagian besar wihara milik rakyat Mongol Kalmyk yang tinggal di Turkistan Timur (Xinjiang) dihancurkan selama Revolusi Kebudayaan. Beberapa di antaranya kini telah dibangun kembali, namun keadaan kekurangan guru di sana bahkan lebih parah daripada di Tibet. Banyak biksu muda baru yang menurun semangatnya karena kurangnya sarana belajar dan banyak dari mereka pergi meninggalkan wihara.

Mongolia Dalam

Bagaimanapun juga, keadaan terburuk bagi umat Buddha Tibet di bawah kendali Republik Rakyat Cina terjadi di Mongolia Dalam. Sebagian besar wihara di belahan barat dihancurkan selama masa Revolusi kebudayaan. Di belahan timur, yang dulu merupakan bagian dari Manchuria, banyak wihara dihancurkan oleh serdadu Stalin di akhir Perang Dunia Kedua saat Rusia membantu membebaskan Cina Utara dari Jepang. Revolusi Kebudayaan memberi sentuhan akhir bagi peluluh-lantakan itu. Dari 700 wihara yang dulu ada di Mongolia Dalam, hanya 27 yang tersisa. Akan tetapi, tidak seperti di Tibet dan Xinjiang, hampir tidak ada usaha untuk membangun-ulang wihara-wihara tersebut. Ada arus deras masuknya pemukim Cina Han dan juga pernikahan silang yang menyebabkan banyak penduduk Mongol, khususnya di kota, tipis minatnya terhadap bahasa, budaya leluhur, dan ajaran Buddha mereka. Beberapa wihara dibuka sebagai objek wisata dan terdapat segelintir biksu muda, tapi mereka hampir tidak menerima pelatihan. Di wilayah yang teramat terpencil di gurun Gobi, satu atau dua wihara ada tersisa, dengan para biksunya yang masih menyelenggarakan upacara tradisional. Tapi tidak ada yang berumur di bawah tujuh puluh tahun. Tidak seperti di daerah-daerah Tibet, yang padang rumputnya kaya dan kaum nomad memiliki sumber daya untuk mendukung pembangunan-ulang wihara dan menafkahi biksu-biksu baru, kaum nomad gurun Gobi di Mongolia Dalam yang masih beriman adalah orang-orang yang teramat sangat miskin.

Mongolia

Di Mongolia sendiri (Mongolia Luar), dulu terdapat ribuan wihara. Seluruhnya dihancurkan sebagian atau seluruhnya pada tahun 1937 atas perintah Stalin. Pada 1946, satu wihara dibuka kembali sebagai wihara boneka di Ulaan Baatar, ibukota, dan pada awal 1970-an perguruan tinggi tempat pelatihan lima-tahun bagi para biksu dimulai di sana. Perguruan tinggi tersebut menerapkan kurikulum yang sangat ringkas, dengan penekanan berat pada kajian Marxis. Para biksu diizinkan menyelenggarakan upacara dalam jumlah yang terbatas bagi masyarakat yang dengan teliti dipertanyakan oleh otoritas pemerintah. Dengan jatuhnya komunisme pada 1990, ada usaha pemulihan yang gencar dilakukan terhadap agama Buddha dengan bantuan dari orang Tibet di pengasingan di India. Banyak biksu baru dikirim ke India untuk mendapatkan pelatihan dan 150 wihara telah dibuka atau dibangun kembali dengan skala yang sedang, dengan beberapa guru yang berasal dari orang Tibet di India. Tidak seperti di Tibet dimana biksu tua yang telah ditanggalkan jubahya tidak bergabung kembali ke wihara, dan hanya bekerja untuk membangun ulang dan mendukung wihara-wihara tersebut, banyak biksu tua di Mongolia yang bergabung kembali. Karena sebagian besar dari mereka belum berhenti tinggal di rumah dengan istri mereka saat malam hari dan minum vodka, ada masalah besar terkait aturan-aturan kedisiplinan para biksu.
Akan tetapi, masalah paling pelik yang dihadapi agama Buddha di Mongolia kini adalah gesitnya siar agama oleh para misionaris Gereja Mormon Amerika dan Gereja Kristen Pembabtis. Awalnya datang untuk mengajar bahasa Inggris, mereka menawarkan uang dan bantuan bagi anak-anak masyarakat di sana untuk belajar di Amerika jika mereka pindah agama. Mereka membagikan secara gratis buku kecil tentang Yesus yang dicetak bagus dan ditulis dengan bahasa Mongol sehari-hari; mereka juga mempertontonkan film. Kaum Buddha tak mampu menyainginya. Belum ada buku tentang ajaran Buddha yang ditulis dalam bahasa sehari-hari, hanya yang klasik, hampir tak ada orang yang mampu membuat terjemahannya, dan tak ada pula uang untuk mencetak seandainya pun buku-buku itu bisa dibuat. Maka orang-orang dan kaum cendikiawan muda semakin terseret menjauh dari agama Buddha, menuju Kristen.

Rusia

Ada tiga daerah Buddha Tibet tradisional di Rusia: Buryatia di Siberia dekat Danau Baikal, Tuva juga di Siberia utara dari Mongolia barat, dan Kalmykia ke arah barat laut Laut Kaspia. Orang-orang Buryatia dan Kalmykia adalah orang Mongol, sementara orang Tuva adalah orang Turki. Seluruh wihara di tiap tiga wilayah ini, kecuali tiga yang hanya dirusak di Buryatia, dihancurkan sepenuhnya oleh Stalin pada tahun 1930an akhir. Pada 1940-an akhir, Stalin membuka kembali dua wihara boneka di Buryatia di bawah pengawasan ketat KGB. Para biksu yang telah dipaksa menanggalkan jubahnya mengenakan kembali jubah mereka sebagai seragam selama siang hari dan melaksanakan beberapa upacara. Beberapa dari mereka pergi belajar ke perguruan tinggi pelatihan di Mongolia. Setelah komunisme jatuh pada 1990, ada pemulihan besar terhadap agama Buddha di seluruh tiga daerah ini. Orang-orang Tibet di pengasingan mengirim para guru dan biksu muda yang baru mendapat pelatihan di wihara-wihara Tibet di India. Kini terdapat tujuh belas wihara yang dibangun kembali di Buryatia. Seperti di Mongolia, ada juga masalah terkait minuman keras dan para biksu yang dulu merupakan biksu yang beristri. Tapi tidak seperti di Mongolia, para biksu ini tidak mendaku diri sebagai biksu yang hidup membujang. Sedang berjalan pula rencana untuk membuka wihara-wihara di Kalmykia dan Tuva. Para misionaris Kristen juga giat di tiga daerah ini, tapi tidak sekuat di Mongolia.
Minat yang besar terhadap ajaran Buddha Tibet juga tumbuh di antara orang Asia penganut Buddha dari aliran lain. Banyak guru Tibet diundang dari masyarakat di pengasingan di India untuk mengajar di Asia Tenggara, Taiwan, Hong Kong, Jepang, dan Korea. Orang-orang mendapati penjelasan yang jernih dari ajaran Buddha yang ditemukan pada aliran Tibet merupakan asupan berguna bagi pemahaman akan aliran mereka sendiri. Orang-orang juga tertarik pada upacara Tibet yang rinci untuk kemakmuran dan kesehatan.

Negara-Negara yang Secara Tradisional Bukan Penganut Buddha

Seluruh bentuk aliran Buddha juga ditemukan di negara-negara yang secara tradisional bukan penganut Buddha di seantero dunia. Ada dua kelompok besar yang terlibat: para imigran Asia dan para pelaku non-Asia. Imigran Asia, khususnya di Amerika Serikat dan Australia, memiliki banyak wihara etnis. Hal ini juga terjadi pada skala yang lebih kecil di Kanada, Brazil Peru, dan beberapa negara Eropa Barat lain, khususnya Prancis. Titik berat utamanya ada pada praktik kebaktian dan penyediaan pusat masyarakat untuk membantu masyarakat imigran memelihara jati diri budayawi dan kenegaraan mereka.
“Pusat Dharma” Buddha dari seluruh aliran kini dapat dijumpai di lebih dari delapan puluh negara di sekeliling dunia di setiap benua. Pusat Dharma ini kerap dikunjungi oleh orang-orang non-Asia dan laku yang ditekankan di sana adalah meditasi, pembelajaran dan praktik upacara. Sebagian besar pusat ini berasal dari aliran Tibet, Zen, dan Theravada. Para guru di pusat-pusat ini merupakan orang-orang Barat dan juga penganut Buddha dari Asia. Jumlah terbesar dijumpai di Amerika Serikat, Prancis, dan Jerman. Para murid yang serius sering mengunjungi Asia untuk mendapatkan pelatihan yang lebih mendalam. Lebih jauh, terdapat program studi agama Buddha di berbagai perguruan tinggi di seluruh dunia dan tumbuh pesat pula percakapan dan pertukaran gagasan di antara agama Buddha dan agama lain, ilmu pengetahuan, ilmu kejiwaan, dan ilmu kedokteran. Yang Mulia Dalai Lama berperan amat penting dalam hal ini.
Read More

Kitab Suci TRIPITAKA



Download GRATIS Kitab Suci TRIPITAKA Bahasa Indonesia



Perhatikan Gambar.

Itulah Tripitaka, Kitab Suci agama Buddha.
Tripitaka sendiri terdiri dari banyak buku.
Bagi umat Buddha, dapat mengunduh (men-download) buku elektroniknya (buku-e atau ebook) dalam bentuk file .pdf

Di bawah ada link yg dpt langsung diunduh.
Dapat juga diunduh langsung melalui "Files" yang ada di AB ini (di bawah gambar profil ini)

=========================================

Digha Nikaya – Khotbah-Khotbah Panjang Sang Buddha (3,7 MB)
Diterjemahkan dari Pali oleh Maurice Walshe

Salah Satu bagian Kitab Suci Agama Buddha, Tripitaka Pali, kelompok Sutta Pitaka.

http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Digha%20Nikaya%20-%20Khotbah-Khotbah%20Panjang%20Sang%20Buddha.pdf

atau

baca online di
http://dhammacitta.org/dcpedia/Khotbah-Khotbah_Panjang_Sang_Buddha_(Walshe)

Sumber: http://dhammacitta.org/perpustakaan/

==========================================

Saṃyutta Nikāya
Khotbah-Khotbah Berkelompok Sang Buddha
Terjemahan baru oleh Bhikkhu Bodhi

Salah Satu bagian Kitab Suci Agama Buddha, Tripitaka Pali, kelompok Sutta Pitaka.

Terdiri dari 5 buku :

Samyutta Nikaya 1 – Sagatha Vagga (2.8 MB)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%201%20-%20Sagatha%20Vagga.pdf

Samyutta Nikaya 2 – Nidana Vagga (1.8 MB)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%202%20-%20Nidana%20Vagga.pdf

Samyutta Nikaya 3 – Khanda Vagga (1.6 MB)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%203%20-%20Khanda%20Vagga.pdf

Samyutta Nikaya 4 – Sayalatana Vagga (1.9 MB)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%204%20-%20Sayalatana%20Vagga.pdf

Samyutta Nikaya 5 – Maha Vagga (2.4 MB)
http://dhammacitta.org/pustaka/ebook/theravada/Samyutta%20Nikaya%205%20-%20Maha%20Vagga.pdf

Sumber: http://dhammacitta.org/perpustakaan/

============================================


Subbagian Khuddaka Nikaya terdiri dari 15 buku, antara lain:

Cariyapitaka
Salah Satu bagian Kitab Suci Agama Buddha, Tripitaka Pali, kelompok Sutta Pitaka, Subbagian Khuddhaka Nikaya.
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2009/04/cariyapitaka.pdf

Patisambhidamagga
Salah Satu bagian Kitab Suci Agama Buddha, Tripitaka Pali, kelompok Sutta Pitaka, Subbagian Khuddhaka Nikaya.
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2009/04/patisambhidamagga.pdf

Buddhavamsa
Salah Satu bagian Kitab Suci Agama Buddha, Tripitaka Pali, kelompok Sutta Pitaka, Subbagian Khuddhaka Nikaya.
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2011/01/buddhavamsa.pdf

Jataka
Salah Satu bagian Kitab Suci Agama Buddha, Tripitaka Pali, kelompok Sutta Pitaka, Subbagian Khuddhaka Nikaya.

Terdiri dari 6 Volume (ada 6 Volume, namun yang ke-6 belum ada)

Jataka V (1,7 MB)
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2009/04/jataka-volv.pdf

Jataka IV (1,9 MB)
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2009/04/jataka-voliv.pdf

Jataka III (1,8 MB)
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2009/04/jataka-voliii.pdf

Jataka II (1,8 MB)
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2009/04/jataka-volii1.pdf

Jataka I (1,9 MB)
http://www.weebly.com/uploads/5/5/1/2/5512312/jataka_i.pdf
atau
http://www.involver.com/assets/file_uploads/87671/JATAKA%20I.pdf?2011

Sumber: http://www.indonesiatipitaka.net/?cat=23


===========================================

Download Tambahan Kitab Komentar (Atthakatha)
Kitab komentar adalah kitab yang berisi komentar/penjelasan mengenai Kitab Suci.

Dhammapada Atthakatha
Berisi Cerita Asal Muasal Sabda Buddha dalam Dhammapada

Ada 3 Volume :

Dhammapada Atthakatha vol. I
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2011/01/dhammapada-atthakatha-i.pdf

Dhammapada Atthakatha vol. II
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2011/01/dhammapada-atthakatha-ii.pdf

Dhammapada Atthakatha vol. III
http://www.indonesiatipitaka.net/wp-content/uploads/2011/01/dhammapada-atthakatha-iii.pdf
-o0o-

CoPast dari blog  

Read More